Senin, 08 Agustus 2011

PEREMPUAN DALAM SENI TENUN IKAT SIKKA FLORES

Tenun ikat Sikka Flores menjadi khas dan ciri utama busana tradisional masyarakat yang lazimnya disebut dengan sarung ( utan (ng). Munculnya seni tenun dengan pengaruh penyebarannya menyeluruh serta masih kuat dan melekat dengan budaya yang ditampilkan. Berbicara tentang penyebaran tenunan ikat hampir menyeluruh dikawasan nusantara Indonesia. Faktor penyebarannya disebabkan terjadi perkembangan dari budaya luar dan juga dari dalam. Ini semua ditampilkan melalui bukti nyata atau fakta yang ditampilkan dalam motif dan ragam hias seni tenunan lokal Sikka. Perkembangan sejarah asalnya perempuan Sikka hadir dan tampil dalam kreasi bertenun bertenun ikat dengan hadirnya seporang tokoh yang diungkapkan oleh Mo'at Diogo" menceritakan bahwa Mo'an Pu'an Tawa Tana mempunyai seorang putri bernama Du'a Gurun Meran yang berarti wanita benang merah yang dinaknai sebagai  'du'a legur rewu'. Arti dari ungkapkan ini memberi makna meninggalkan debu primitif . Dedikasi perempuan dalam membangun menciptakan dan membangun pola perubahan dengan meninggalkan pola berpikir lama /kuno. Perempuan siap untuk meninggalkana debu primitif ( du'a luk rewu) / pola pikir yang kuno serta membuka cakrawala baru dan siap menerima perubahan. Pola perubahannya dengan siap membuka diri terhadap perubahan dunia luar, dari rasa terbelenggu, rasa ketidaak adilan, serta inovasi yang baik bagi perempuan Sikka waktu itu. 
Pakaian dari kulit kayu diganti dengan pakaian sarung ( utan )/ragi/ nenang merak. Alat-alat buatan tradisional tawo korak diganti dengan pigang makok
Kehadiran perempuan dalam kegiatan kehidupan sosial budaya telah mengatur perilaku perempuan untuk dapat mengembangkan, menemukan peran dan mampu melaksanakan perannya tersebut. Disatu sisi perempuan perempuan berkipra dilingkup domestic dalam rumah tangga melakukan pekerjaan rumah, tidak menghasilkan pendapatan yang nyata serta tidak mengenal jenjang karier.  namun kenyataan secara ideal perempuan telah memeberikan andil dalam pelestarian nilai sosial budaya didalam masyarakat. Jika seorang perempuan secara nilai sosial budaya telah disepakati sebagai orang yang lebih banyak beraktivitas untuk membangun generasi penerusnya hasilnya relatif lebih positif ( Dwi Angraini),demikian juga penampilan perempuan dalam aktivitas berseni tenun menjadi semakin populer dengan kehadirannya ditengah-tengah masyarakat yang telah memberi bukti akan peran dan fungsinya mempertahankan nilai sosial budaya dalam bertenun ikat pada masyarakat.
Demikian juga seperti yang ditampilkan oleh perempuan generasi selanjudnya dengan hadirnya Tokoh perempuan Sikka Dona Maria Maria Ximenes da Silva ( 1940- 1670 ) dengan program penataan perdayaan aturan dalam sistematika perkawinan wanita Sikka yang sangat bernilai dan bermartabat. masih ada tokoh perempuan Sikka lain yang dijadikan sebagai pemegang peranan penting dalam menerima perubahan sosial budaya yang sangat terkenal pula adalah dengan hadirnya Ratu Dona Inez Ximenes da Silva yang memperjuangkan ha dan kewajiban sebagai seorang perempuan dalam penentapan belis dalam perkawinan dan status harta warisan orang tua atau leluhur ( Boer ). Tampil juga tokoh pejuang dari wilayh Timur ( Tana Ai ) Du'a Toru sebagai pejuang dan pahlawan yang tidak dikenal dalam mebela keneranan dan keadilan memperjuangkan nasib rakyatnya. hadir pula menjadi tokoh panutan perempuan modern  Ida Idong dalam menduduki dunia dan peran kepemerintahan walaupun sebagai kepala Desa ,yang bisa dikatakan sebagai kepala desa perempuan yang pertama di kabupaten Sikka. dan juga masih banyak gaya dan tampilan perempuan-perempuan Sikka membangun daerahnya dalam berbagai bidanag kehidupan, terutama merubah pola pikir masyarakat dari yang primitif sampai mampu menerima inovasi yang cukup memuaskan. inilah yang menjadi satu jawaban dan bukti nyata bahwa peran perempuan telah mendapat ruang yang sebenarnya telah dibangun dari sebelumnya buat masyarakat Sikka.
Aktivitas dan dedikasi yang dibangun oleh perempuan sikka dalam berbagai bidangpun kini telah meyentuh kesetiap pelosok wilayah di seeluruh desa di kabupaten Sikka. Segala bentuk kegiatan dan aktivitas telah dibuat dan dikebangkan dengan menampilkan dedikasi yang mereka miliki sebagai seorang perempuan. Perempuan Sikka telah memperjuangkan nasib keluarga mereka dengan membangun dedikasi pola kerja baik secara pribadi maupun gotong royong. Aktivitas yang nampak dan selalu menjadi sorotan dan menjadi peletak dasar kewajibaan utama adalah membangun dedikasi kegiatan bertenun ikat, dan juga kegiatan lain seperti,berkebun, daan bertani.
Semakin gemanya kegiatan seni tenun ikat Sikka, patut dipuji, karena sudah menjadi satu syarat dan tanggung jawab moril perempuan Sikka untuk bertenun ikat  menuntut 'ata du'a naha loru lorun' ( perempuan harus bisa bertenun ikat ) demikian juga "ata la'i naha gu'a uma kare tua ( laki-laki haru bisa bekerja kebun dan berusaha mencari nafka untuk menghidupkan keluarga ). Tenun ikat yang sudah lama telah digunakan sebagai pakaian sehari-hari , secara tradisonal memberi makna dan simbol status sosial, budaya ,kekuasaan dan martabat bagi seorang perempuan. Dalam pembuatan tenun ikat, harus memiliki sifat dedikasi dan emosional, hasrat dan perasaan yang keseluruhannya dibangun oleh perempuan yang berjiwa seni dalam bertenun ikat.
Perempuan Sikka telah memberi makna sendiri mempertahankan jati diri dalam mempertahankan budaya, pelestarian dan pengembangan budaya yang dapat dilakukan oleh bangsa ini. Ini semua bermaksud untuk memerpokoh ketahan dan pelestarian budaya bangsa.
Untuk tetap mempertahankan jati diri serta identitas perempuan Sikka dalam bertenun ikat maka diperlukan pendampingan dalam berbagai pihak agar bisa menyatuhkan dan memberi dampingan, dengan selalu mengutmakan sikkap semangat harus bisa melalui perbuatan nyata dengan penuh rasa kecintaan dan rasa memiliki ( Alfonsa Horeng).
Keadaan yang dihadapi perempuan pada saat ini menunjukan bahwa wacana tentang perempuan sukup dilematis. Disatu sisi kehidupan nyata memaksa dan mengharuskan mereka berperan ganda namun disisi lain nilai sosial budaya  yang mendukung peran ganda belumlah semaksimal. Perempuaan hampir tidak bisa menentukan dirinya sendiri dan menujunkan jati diri. Diluar sistem obyektif terkadang perempuana harus mengalami obyektivikasi secara terus menerus.
Harapan pada perempuan sebagai pelestari dan pembauka tabir kegelapan dari zaman primitif menujug kepada zaman pencerahan tetap selalu berinovasi sebagai peletak dasar pelestari nilai sosial buaday yang dicetuskan atau ditampilkan melalui simbol-simbol, konsep yang diberikanpada kaumnya.  Sehingga bagi saya untuk memberi paran dan tanggungjawab dalam keluarga dan masyarakat maka perlu diberi makna bagi tampilan seni, tenun dan perempuan Sikka dengan kata kunci TRI TUNGGAL./ TIGA TAPI SATU).  Karena memiliki memiliki identitas kultural yang boleh dikatakan Tri Tunggal antara seni, tenun dan perempuan telah memperkaya perspektif dalam mengangkat kembali eksistensi seni bertenun ikat Sikka. Demikian sebaliknya perempuan Sikka sebagai simbol yang memiliki rasa seni dan memilki artikulasi dalam bertenun bisa menampakan atau menghasilkan sesuatu unsur baru yang tercermin dalam kesenian yaitu bagaimana aktualisasi dalam berseni tenun. Sehingga antara seni, tenun dan perempuan dalam aktifitasnya mengembangkan budaya lokal, akan menjadikan perekat memperkaya khasana budaya nasional. Akhir kata maju terus ina wine( ng ) Sikka..

Penulis /Peneliti Yosef Dentis, SPd ( mahasiswa S2-Sejarah UGM )

 Bertenun untuk mendapatkan satu lembar sarung ( utan )

Bertenun sarung dengan jenis songket ( utan labu )

Bertenun sarng lipa mitan /sarung laki-laki

Pakaian adat adat Sikka

                                                                 Pakaian adat adat Sikka
 
Pakaian adat adat Sikka
 
Pakaian adat adat Sikka